40 Balita Keluarga Pemulung di Bantar Gebang Dapat Pendampingan Gizi

2 weeks ago 28

Beranda Metropolis 40 Balita Keluarga Pemulung di Bantar Gebang Dapat Pendampingan Gizi

PENDAMPINGAN: Kader Aisyiyah bersama tenaga kesehatan saat melakukan pendampingan gizi bagi keluarga pemulung di Kelurahan Ciketing Udik, Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi, Selasa (11/11).

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Sebanyak 40 balita dari keluarga pemulung di Kelurahan Ciketing Udik, Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi, mendapat pendampingan gizi dari Majelis Kesehatan Pimpinan Pusat (PP) Aisyiyah bersama Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI).

Perwakilam Majelis Kesehatan PP Aisyiyah mengatakan, kegiatan ini menjadi bagian dari upaya berkelanjutan PP Aisyiyah untuk memperbaiki status gizi anak-anak di wilayah padat penduduk dengan keterbatasan akses terhadap makanan sehat.

“Pendampingan menyasar balita dengan kondisi stunting, wasting, serta anak-anak yang tinggal dalam keluarga penderita tuberkulosis (TBC),” ucap Diah kepada wartawan di lokasi, Selasa (11/11).

Program ini merupakan lanjutan dari kegiatan yang telah dilakukan sejak dua bulan sebelumnya.

Mayoritas keluarga penerima manfaat merupakan pemulung dan pekerja harian dengan penghasilan tidak tetap, sehingga pemahaman dan akses terhadap gizi seimbang masih menjadi tantangan.

Kegiatan ini bukan sekadar kunjungan sekali, tetapi merupakan bagian dari pendampingan jangka panjang.

“Para kader Aisyiyah dan kader posyandu akan terus mendampingi warga sekitar. Kami ingin program ini berkelanjutan agar warga merasa selalu didampingi, tidak hanya saat program berlangsung, tetapi juga dalam perubahan kebiasaan sehari-hari,” ujar Diah.

Diah menambahkan, salah satu kunci keberhasilan pendampingan adalah pendekatan yang dilakukan secara personal melalui kader yang sudah dikenal masyarakat.

“Kalau sekadar datang memberi penyuluhan, biasanya pesan tidak akan sampai. Tapi kalau kader yang berbicara, mereka lebih didengar. Itulah kekuatan pendekatan berbasis komunitas,” pungkasnya.

Salah satu persoalan yang menjadi perhatian dalam program ini adalah kebiasaan konsumsi kental manis yang dijadikan sebagai minuman susu anak.

Salah satu peserta, Ida (64), mengaku kedua cucunya sudah terbiasa minum kental manis sejak kecil. Kebiasaan itu muncul karena harganya terjangkau dan kurangnya pengetahuan.

“Saya kira kental manis itu sama dengan susu, apalagi rasanya manis dan anak-anak suka,” ujarnya.

Cucu pertamanya, Andi (7 tahun), bahkan telah mengonsumsi kental manis sejak bayi. Harga yang murah membuat produk ini dianggap sebagai pengganti susu. Namun, kebiasaan itu kini sulit dihentikan.

“Sudah dicoba dikurangi, tapi Andi malah marah-marah kalau tidak dikasih. Dia bisa minum satu sachet setiap hari,” tutur Ida. Akibat kebiasaan tersebut, Andi kini mengalami obesitas.

Menanggapi kasus tersebut, Kepala Puskesmas Ciketing Udik, Nurjanah, menegaskan pentingnya pemahaman masyarakat bahwa kental manis bukanlah susu bergizi.

“Kental manis itu isinya lebih banyak gula. Mungkin dampaknya tidak langsung terlihat sekarang, tapi dari sekarang hingga ke depan akan berdampak pada kesehatan anak,” jelasnya.

Nurjanah menambahkan, edukasi gizi tidak hanya penting bagi para ibu, tetapi juga bagi kader posyandu dan kader Aisyiyah yang menjadi ujung tombak di lapangan.

“Kader-kader ini harus tahu mana makanan yang tinggi protein dan baik untuk tumbuh kembang anak, bukan makanan yang hanya mengandung gula. Mereka akan menjadi perpanjangan tangan tenaga kesehatan dalam memberikan pemahaman yang benar kepada warga,” katanya. (rez)

Read Entire Article
Tenaga Kerja | | | |