Beranda Berita Utama Setahun, 640 Keluarga Miskin di Kota Bekasi Ditarget "Lulus" dari Penerima Bantuan Sosial
Warga mengisi data saat ingin mengambil bansos tunai di Kantor Pos Bekasi, Senin (24/11). FOTO: SURYA BAGUS/RADAR BEKASI
RADARBEKASI.ID, BEKASI – Pemerintah mulai menegaskan bahwa bantuan sosial (bansos) bukan hak seumur hidup. Warga miskin, terutama yang masih berusia produktif, kini hanya diberi waktu maksimal lima tahun untuk menjadi penerima. Dalam masa itu, mereka ditargetkan naik kelas dan tidak lagi bergantung pada bansos.
Setiap pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) bahkan dibebani target minimal 10 keluarga yang harus “lulus” dari status penerima setiap tahun.
Dengan total 64 pendamping PKH di Kota Bekasi, sedikitnya 640 keluarga ditarget graduasi setiap tahun. Upaya ini disebut perlu karena banyak keluarga sebenarnya memiliki potensi ekonomi yang bisa dikembangkan bila diberi dukungan yang tepat.
Koordinator PKH Kota Bekasi, Arief Rakhman, mengatakan mayoritas istri di keluarga penerima bekerja sebagai buruh cuci, sementara suami menjadi buruh serabutan atau pengemudi ojek. Dari 39 ribu lebih KPM PKH di Kota Bekasi, sebagian memiliki “embrio ekonomi” sebagai pelaku usaha kecil dan masuk prioritas graduasi.
“Kita dorong anggota PKH untuk lebih maju melalui Program Pemberdayaan Sosial Ekonomi (PPSE), supaya suatu saat mereka bisa lepas dari Bansos,” ujarnya.
Setiap pendamping menyisir KPM untuk diajukan mengikuti PPSE, dengan prioritas mereka yang berusia produktif, memiliki kemauan tinggi, dan sudah menerima Bansos lebih dari empat tahun. Pendamping tak hanya mengusulkan, tetapi juga mendampingi langsung setelah bantuan usaha diberikan—mulai dari tata kelola usaha hingga manajemen keuangan.
Pesan terpenting yang terus diulang setiap pertemuan bulanan: PKH hanya sementara, bukan selamanya.
“Kita sampaikan terus itu kepada penerima manfaat supaya cara berpikir mereka terbuka,” kata Arief.
Pembatasan waktu penerimaan ini juga membuka ruang bagi warga lain yang belum tersentuh bantuan. Tidak semua masyarakat desil 1–4 DTSEN mendapat Bansos reguler karena kuota pemerintah terbatas. Setiap keluarga yang lulus otomatis digantikan warga lain yang masih menunggu giliran.
Namun, tidak semua keluarnya KPM dari daftar penerima disebabkan oleh keberhasilan ekonomi. Sebagian berhenti menerima PKH karena sudah tidak memenuhi komponen—misalnya tidak ada lagi lansia, ibu hamil, balita, disabilitas, atau anak sekolah dalam keluarga.
Pendamping PKH wajib melakukan verifikasi rutin terkait penggunaan bantuan. Mereka memastikan balita diperiksa di posyandu, ibu hamil kontrol ke faskes, dan anak sekolah hadir minimal 85 persen di sekolah.
“Harus dijaga kehadirannya. Pastikan mereka sekolah dan balita memeriksakan kesehatan, karena ini Bansos bersyarat, berbeda dengan BLT,” tegas Koordinator PKH lainnya, Usep Satriana.
Usep menilai batas waktu lima tahun akan mengembalikan marwah bansos agar tidak dinikmati belasan hingga puluhan tahun tanpa perubahan kondisi. Namun, pembatasan waktu harus diimbangi pendampingan yang kuat.
“Program ini jangan dianggap bagi-bagi duit saja. Mereka harus naik level. Sepuluh keluarga targetnya harus graduasi dalam setahun,” ujarnya.
Terkait validitas data, Usep menegaskan seluruh penerima PKH saat ini tersaring melalui data tunggal DTSEN dan telah dicek lapangan. Ia berharap warga jujur memberikan data saat verifikasi, sementara pemerintah daerah melakukan pengecekan rutin minimal setahun sekali.
Menyoal rencana penempelan stiker rumah bagi penerima bansos, Usep memastikan Kota Bekasi belum mempertimbangkannya. “Untuk wilayah Kota Bekasi belum ada rencana itu,” katanya. (sur)

6 days ago
22

















































